Pagi itu, pemuda bernama Adrian bangun dengan perasaan aneh. Semuanya terasa lebih ringan, seolah beban yang selama ini menghimpit dadanya telah lenyap.
Ketika ia melihat ponselnya, matanya membelalak. Ada puluhan notifikasi masuk—pesan dari berbagai pihak, semuanya mengabarkan hal yang hampir mustahil.
"Selamat! Hutang orang tuamu telah dilunasi secara misterius oleh seorang donatur anonim."
"Adrian, kami telah mempertimbangkan ulang. Beasiswa yang sebelumnya kami tolak, kini kami berikan sepenuhnya kepadamu. Selamat bergabung di universitas kami!"
"Selamat pagi, Adrian! Kami dari perusahaan X ingin menawarkanmu pekerjaan tetap dengan gaji tinggi. Silakan hubungi kami segera."
Adrian tertegun. Ini… ini tidak mungkin! Baru semalam dia berada di titik terendah dalam hidupnya, dan kini, semuanya berbalik 180 derajat.
Keajaiban itu nyata.
Dia tertawa kecil, tidak percaya dengan keberuntungannya. Selama ini dia mengira hidupnya tidak punya jalan keluar. Tapi sekarang? Dia seperti orang yang terlahir kembali.
Namun, di balik semua keajaiban itu, ada sesuatu yang tidak beres.
Saat Adrian bercermin di kamar mandi, ia menyadari sesuatu yang membuat darahnya berdesir.
Pantulan dirinya di cermin… sedikit berbeda. Matanya tampak lebih gelap dari biasanya, seolah ada bayangan samar yang bersembunyi di baliknya.
Untuk sesaat, ia merasa seperti ada sesuatu—atau seseorang—yang mengamatinya dari balik cermin.
Namun, ketika ia berkedip, semuanya kembali normal.
Ia menggelengkan kepala, menepis pikiran aneh itu. "Aku hanya kurang tidur," gumamnya.
Tapi jauh di dalam dirinya, ada sesuatu yang tidak bisa ia abaikan.
Harga akan diklaim di kemudian hari.
Kalimat itu kembali bergema dalam pikirannya.
Bayangan yang Mengintai
Hari-hari berlalu, dan Adrian menikmati kehidupannya yang baru. Uangnya melimpah, masa depannya cerah, dan semua yang ia impikan kini ada dalam genggamannya.
Namun, semakin lama, kejadian-kejadian aneh mulai terjadi.
Pada suatu malam, ketika ia sedang berjalan pulang, ia merasa ada seseorang yang mengikutinya.
Ia menoleh, tapi jalanan sepi.
Namun, saat ia melangkah lagi, suara langkah kaki terdengar jelas di belakangnya.
Tap... tap... tap...
Adrian berhenti. Langkah itu juga berhenti.
Jantungnya berdegup lebih cepat. Ia menoleh sekali lagi. Tidak ada siapa-siapa.
Namun, ketika ia melihat pantulan dirinya di jendela toko di tepi jalan, ia melihat sesuatu yang membuat tubuhnya membeku.
Di belakangnya, berdiri sosok pria berbaju hitam dengan topi bundar.
Namun, ketika ia menoleh langsung, tidak ada siapa-siapa di sana.
Adrian mencengkeram dadanya, napasnya mulai tidak teratur. Apakah ini hanya imajinasiku?
Tapi malam-malam berikutnya, kejadian serupa terus berulang. Setiap kali ia sendirian, bayangan itu ada. Tidak pernah terlalu dekat, tapi cukup nyata untuk membuat bulu kuduknya berdiri.
Lalu, ia mulai mendengar suara-suara.
Saat tengah malam, ketika ia terbangun karena mimpi buruk, suara ketukan terdengar dari jendela kamarnya.
Tok… tok… tok…
Hatinya mencelos.
Tok… tok… tok…
Dengan tangan gemetar, ia beringsut mendekati jendela.
Ketika ia mengintip ke luar, jalanan kosong.
Namun, saat ia menoleh ke dalam kamar, matanya melebar ketakutan.
Di dalam cermin di seberang ruangan, bayangan pria bertopi itu berdiri diam, menatapnya.
Dan untuk pertama kalinya, pria itu berbicara.
"Sudah waktunya, Adrian."
Penagihan Harga
Adrian terbangun dengan terengah-engah. Keringat dingin membasahi tubuhnya.
Itu mimpi… kan?
Tapi ketika ia menoleh ke jam di meja samping tempat tidur, ponselnya bergetar dengan sebuah pesan baru.
"Sudah waktunya membayar."
Darahnya membeku.
Sebelum ia sempat bereaksi, lampu kamarnya mulai berkedip, dan udara di sekitarnya menjadi lebih dingin.
Ketukan terdengar dari pintu kamarnya.
Tok… tok… tok…
Adrian menutup mulutnya, tubuhnya gemetar hebat.
Tok… tok… tok…
Dengan napas tertahan, ia meraih ponselnya dan mulai mengetik pesan.
"Siapa ini?!"
Tidak ada jawaban.
Namun, di layar ponselnya, kata-kata itu terhapus sendiri.
Dan digantikan oleh satu kalimat baru.
"Échangez le Vôtre."
Adrian menjerit saat pintu kamar terbuka dengan sendirinya.
Bayangan gelap mengalir masuk, dan sosok bertopi bundar itu melangkah ke dalam, senyuman tipis menghiasi wajahnya.
"Sudah waktunya, Adrian," katanya, suaranya terdengar dalam dan menggema di seluruh ruangan.
Dan sebelum Adrian sempat lari, semuanya menjadi hitam.
Lupa dan Berulang
Keesokan paginya, apartemen Adrian tampak seperti biasa. Cahaya matahari masuk dari jendela, kehidupan di luar berjalan seperti tidak ada yang berubah.
Namun, tidak ada seorang pun yang mencari Adrian.
Tidak ada yang menyadari bahwa dia telah menghilang.
Teman-temannya, keluarganya, bahkan tetangganya… mereka semua seolah lupa bahwa Adrian pernah ada.
Di suatu sudut kota, seorang gadis muda berdiri di jembatan, matanya sembab karena air mata.
Di tengah keputusasaan, ia merasa tidak punya pilihan lain.
Namun, sebelum ia sempat melangkah lebih jauh, sebuah sentuhan di bahunya menghentikannya.
"Kau tidak perlu melakukan itu."
Ia menoleh, dan di sana, berdiri seorang pria berbaju hitam dengan topi bundar.
Dengan ekspresi tenang, pria itu mengulurkan secarik kertas coklat.
"Ambil ini."
Dan dengan itu, lingkaran pun dimulai kembali.
0 Komentar