Welcome guests, please press the bell Échangez le Vôtre [8]

Échangez le Vôtre [8]


Malam itu, kamar Nando diterangi cahaya lampu belajar yang temaram. Tumpukan buku dan kertas berserakan di meja, menunjukkan jejak aktivitasnya sebagai mahasiswa baru di universitas swasta terbaik di kota itu. Matanya yang tajam menelusuri satu per satu benda di sekitarnya, hingga tatapannya tertumbuk pada sebuah buku komik yang terselip di antara tumpukan buku lain.

Komik itu adalah milik Adrian, teman seangkatannya yang tiba-tiba menghilang tanpa jejak.

Nando menghela napas. Adrian bukan satu-satunya. Sebelumnya, beberapa teman di sekolah menengahnya juga menghilang begitu saja, dan yang membuatnya merinding adalah tidak ada seorang pun yang menyadarinya. Seolah-olah mereka tidak pernah ada.

Tapi Nando tidak seperti orang lain. Dia memiliki kelebihan—sesuatu yang sering disebut sebagai kutukan oleh orang-orang yang tidak mengerti. Dia bisa melihat yang tak kasat mata, entitas yang hidup di antara manusia, yang keberadaannya tak dapat dijelaskan dengan logika biasa.

Tangannya terulur, mengambil buku komik itu dari rak. Namun, saat dia menariknya, sesuatu jatuh dari sela-selanya.

Secarik kertas persegi berwarna coklat.

Nando memungutnya, dahinya mengernyit ketika melihat tulisan di atasnya.

"Échangez le Vôtre."

Saat matanya tertuju pada kata-kata itu, tiba-tiba kepalanya berdenyut hebat. Dunianya berputar, dan dalam sekejap, sebuah ingatan yang bukan miliknya mengalir masuk ke dalam benaknya.

Kilasan ingatan Adrian…

Adrian duduk di depan komputer di sebuah warnet, tangannya gemetar saat mengetik sebuah alamat web yang tertera di secarik kertas coklat itu. Layar berubah menjadi sebuah dark web, tampilan antarmukanya hitam pekat dengan satu pertanyaan tertulis di tengah layar:

"Apa yang ingin kau tukarkan?"

Dengan napas tertahan, Adrian mengetik sesuatu di kolom kosong yang muncul di bawahnya.

"Aku ingin hidupku berubah."

Tombol Enter ditekan.

"Setiap keinginan memiliki harga. Apa yang bersedia kau berikan sebagai gantinya?"

Adrian ragu sejenak. Kemudian, dengan mata yang dipenuhi harapan dan keputusasaan, dia mengetik balasannya.

"Apa pun yang dibutuhkan."

Layar berkedip sekali, lalu muncul tulisan baru:

"Permintaan diterima. Persetujuan telah dicatat. Harga akan diklaim di kemudian hari."

Kembali ke realitas

Nando tersentak, tubuhnya hampir jatuh dari kursinya. Napasnya tersengal, dan kertas coklat itu masih tergenggam erat di tangannya.

“Inilah penyebabnya…” gumamnya.

Adrian menghilang karena ini.

Nando segera membuka laptopnya, mengetik alamat web yang tertulis di kertas itu. Dalam hitungan detik, layar berubah menjadi tampilan gelap yang sama seperti dalam ingatan Adrian.

Dark web itu nyata.

Nando menelan ludah. Ada sesuatu yang sangat salah dengan situs ini. Ini bukan sekadar web gelap biasa. Ini adalah jerat iblis.

Dia melihat pertanyaan yang sama muncul di layar:

"Apa yang ingin kau tukarkan?"

Dadanya berdebar. Dia tahu, orang-orang yang putus asa akan menulis keinginan mereka di sini, berharap kehidupan mereka berubah.

Dan ketika mereka menekan Enter, mereka tidak sadar bahwa mereka telah menjual sesuatu yang lebih berharga dari apa pun—jiwa mereka sendiri.

Nando mengepalkan tangan. Dia tidak bisa membiarkan ini berlanjut.

Lingkaran setan ini harus dihentikan.

Posting Komentar

0 Komentar